Saya tak pernah menyangka akan membuka deretan film yang saya tonton di 2019 dengan film Indonesia. Biasanya saya agak kurang berminat untuk menonton film Indonesia karena ya cuman gitu-gitu saja jalan ceritanya. Tercatat, hanya segelintir saja saya menonton film Indonesia di tahun 2018 yang lalu.
Keluarga Cemara menjadi pilihan saya karena review yang sangat positif di berbagai akun sosial media perfilman yang saya ikuti. Bahkan satu blog review film yang sering saya jadikan acuan untuk menonton film memberikan rating 5/5 untuk film Keluarga Cemara ini.
Keluarga Cemara memang tak serta merta saya tonton secara langsung sejak penayangannya tanggal 3 Januari 2019 yang lalu. Padahal Ringgo Agus cs. memilih Yogyakarta sebagai kota pertama film ini ditayangkan.
Saya menonton Keluarga Cemara kemarin atau sekitar hari ke-5 penayangan film yang hingga saat ini telah ditonton setengah juta pemirsa. Sebelum nonton, saya tidak memiliki ekspetasi berlebih. Jaga-jaga apabila saya kecewa dengan film ini.
Film ini dibuka dengan animasi ciamik yang muncul menyegarkan mata. Warna-warna kekanakan menandakan film ini layak untuk ditonton oleh semua umur yang datang.
Keluarga Cemara langsung menghujam di inti masalah pada pembukaan film, Abah (Ringgo Agus Rahman) yang seorang mandor pabrik harus menerima kenyataan rumahnya disita oleh karena ulah Kang Fajar (Ariyo Wahab, -dengan godrongnya yang khas) gambling investasi proyek yang berujung kebangkrutan.
Tak pelak Abah yang kehabisan segala hartanya harus mencari rumah tinggal sementara. Di pilihnya rumah kecilnya di masa lalu yang kemudian menjadi seting hampir 75% film Keluarga Cemara ini.
Berbagai masalah jualah hadir di rumah sederhana ini. Namun yang perlu dicatat, segala masalah di film ini tidak menyoal kehidupan mereka yang miskin mendadak. Tidak ada paksaan untuk penonton iba karena mereka miskin. Film ini tidak seperti sinetron yang mudah kita tebak alur ceritanya. Namun, tetap segala masalah yang timbul adalah murni masalah keluarga yang sangat relevan dengan kehidupan saat ini.
Karakter Abah tak jauh beda dengan film serial lawasnya. Selalu optimis, baik hati namun sesekali perih dan karena merasa tak mampu membahagiakan keluarganya.
Emak (Nirina Zubir) memiliki karakter yang nrimo, walaupun dalam hati kecilnya kangen dengan kehidupan masa lalunya di Jakarta. Ada satu adegan mengiris hati saat Emak mengatakan bahwa ia hamil disaat Abah saat itu dirundung masalah.
Euis (Zara JKT48) diperankan apik dan menggemaskan. Saya sendiri auto-follow dengan salah satu personil girl band beranggota puluhan ini. Euis yang selalu kangen rumah menjadi sosok yang selalu kontra dengan Abah. Euis dapat menjadikan saya bernostalgia masa sekolah semasa SMP. Nostalgia dengan kebodohan-kebodohan memalukan semasa SMP. Beberapa adegan di SMP baru Euis yang ndeso tersebut selalu mengundang gelak tawa yang renyah.
Ara (Widuri Sasono) menjadi penyeimbang terbaik bagi semua masalah. Tak salah memang film ini diambil dari namanya Cemara. Tak ada masalah pelik memang yang merundung Ara ini. Justru kesedihan dengan "porsi" sedikit hanya terjadi kepada Ara di akhir film, itupun dapat langsung diselesaikan dengan senyum bahagia. Selebihnya? Ara mampu membuat saya sebagai penonton gemas dengan tingkahnya yang lucu tanpa dosa.
Berbagai pemain pendukung film ini sangat diperankan tak kalah apik dan epik. Kamu akan langsung tersenyum lebar saat Romli (Abdurahman Arif), -teman masa kecil Abah datang. Romli ini adalah komedian ala kampung yang sangat mengundang gelak tawa. Kemudian ada Ceu Salma (Asri Welas), seorang loan woman atau tukang kredit kampung yang justru memberikan warna cerita baru di kehidupan Keluarga Cemara.
Menonton Keluarga Cemara baiknya memang dengan keluarga. Namun mau nonton sendiripun tak apa. Film ini sangat layak tonton untuk siapa saja. Film Keluarga Cemara mengobati serial yang setiap siang saya tonton saat pulang sekolah dulu.
Oh iya nilai lebih dari film ini adalah musikal yang ciamik. Cinematography yang memanjakan mata. Yandy Laurens yang menjadikan film Keluarga Cemara ini sebagai debutnya sangat begitu sempurna dihasilkan. Di film ini akan ada beberapa musik yang mengiringi adegan, salah satunya dari Banda Neira dan tentu saja Bunga Citra Lestari dengan suara merdunya.
Saya memberikan nilai 9.5/10 untuk film ini. Mendekati sempurna karena hanya satu bagian yang saya kurang sreg yaitu teks pendukung yang baiknya tidak usah. Atau tetap ada namun saat musik/lagu tema dimainkan saja agar penonton sedikit ikut bernyanyi.
Ralat: Saya meralat rating film ini yang sebelumnya 9.5/10 menjadi 10/10 agar sesuai judul artikel ini: Sempurna. Menurut info, versi film yang saya tonton adalah versi film yang dikhususkan untuk penonton Tuna Rungu sehingga ada teks sepanjang film yang menyertainya.
Ralat: Saya meralat rating film ini yang sebelumnya 9.5/10 menjadi 10/10 agar sesuai judul artikel ini: Sempurna. Menurut info, versi film yang saya tonton adalah versi film yang dikhususkan untuk penonton Tuna Rungu sehingga ada teks sepanjang film yang menyertainya.
1 comments:
Write commentsbelum nonton, pingin juga lihat apa saam spt yang dulu
ReplyAdd your comment EmoticonEmoticon