Tiiittt... Clap! Suara khas kamera roll film masa lalu menyegarkan ingatanku tentang kehidupan remaja yang asyik dengan kamera itu. Kehidupan remaja yang benar-benar membutuhkan skill dukun untuk memotret. Namun hasilnya selalu membuat senyum terkembang. Itulah masa-masa memotret begitu sederhana dan murah meriah hingga sampai hasil cetaknya.
Suatu pagi yang cerah di Malioboro aku mengikuti acara yang diadakan oleh Fujifilm Indonesia (thanks banget sudah diajak) yang mengenalkan kamera film-nya. Alhamdulillah kamera film masih diproduksi walaupun di tengah banyaknya kamera mirrorless yang lagi hits saat ini. Fujifilm dengan berani masih mengeluarkan seri kamera film.
Seri kamera film yang masih di produksi Fujifilm adalah Simple Ace dan Hi-Speed. Sayangnya, kamera tersebut bertipe disposable alias sekali pakai doang. Eits... tapi sekali pakai jangan langsung dibuang. Karena bentuknya yang klasik dan unik, kamera ini lumayanlah kalau dibuat gantungan kunci atau properti foto bareng makanan atau apapun biar lebih kekinian.
Ukuran kamera Disposable Simple Ace dan Hi-Speed ini hanya segenggam tangan, tangan dewasa tentunya. Hanya terdapat dua tombol fungsi, yang pertama tentu saja shutter dan yang kedua adalah tombol flash yang berada di depan. Dan satu lagi, terdapat roda roll untuk memutar film agar siap digunakan. Roda ini juga berfungsi juga sebagai pengaman agar tombol shutter tidak berfungsi apabila roda roll tidak berputar. Menghindari salah foto tentunya, kan sayang kalau film-nya terbuang sia-sia. Jumlah film yang digunakan bisa dilihat pada bagian atas kamera. Terdapat shutter count yang sangat membantu sekali melihat jumlah film tersisa.
Kamera Disposable Fujifilm yang diberikan Fujifilm Indonesia kepadaku adalah Simple Ace 400. Angka 400 menunjukan ISO yang digunakan. Selain 400, ada tipe ISO lain yakni 1600 yang dinamakan Hi-Speed (Disposable Hi-Speed). Kalau sudah tahu tentang teori fotografi, kamu dapat menyesuaikan sendiri tipe ISO apa yang ingin digunakan. Kalau ISO 400 lebih ke outdoor dan ISO 1600 lebih ke indoor.
Selain angka 400, di kamera Simple Ace aku juga terdapat angka 27. Ini menunjukan jumlah berapa film yang tersedia. Ada versi jumlah film sampai 39 kalau tidak salah (koreksi ya kalau salah). Dan angka terakhir yang terdapat di wadah dan body kamera adalah 135. Menurut aku itu adalah spesifikasi shutter speed (koreksi ya kalau salah lagi, harap maklum bahasanya Jepang semua).
Pemakaian Simple Ace ini juga simpel banget. Tinggal tekan tombol shutter, tak perlu tombol on/off. Apabila ingin menggunakan flash tinggal tekan tombol flash. Namun perlu dicatat, flash hanya efektif dengan foto obyek maksimal sejauh 3 meter. Flash lebih cocok untuk memotret portrait kalau menurutku.
Sebelum memotret tentunya kita harus memutar roll yang aku sebutkan diatas tadi. Aku tidak tahu baterai di dalam kamera Simple Ace ini dapat bertahan berapa lama namun untuk jaga-jaga paling tidak gunakan kamera Simple Ace ini dalam satu periode tertentu misalnya 1 bulan harus habis, atau 2 bulan harus habis.
Karena memang tidak banyak alat bantu untuk memotret, hanya viewfinder yang sebenarnya juga tidak meng-cover seluruh hasil foto maka kita harus mengandalkan insting. Syukur-syukur punya ilmu penerawangan yang bagus seperti mbak dukun.
Aku sendiri pada awal-awal menggunakan kamera ini hanya asal jepret saja. Kemudian aku sadar bahwa sebenarnya kamera ini dapat juga diakali dengan kamera digital. Caranya mudah, set kamera digitalmu yang memiliki mode Shutter S atau Tv dengan spesifikasi sama dengan kamera Simple Ace. Contohnya adalah spesifikasi Simple Ace yang aku gunakan ini menggunakan ISO400, Shutter Speed 1/135. Maka aku dapat set pengaturan tersebut di kamera digital dan mencobanya terlebih dahulu. Oh iya, focal lenght lensa kamera Simple Ace adalah 35mm dalam format Full Frame, kalau di APS-C berapa ya? Ada yang tahu?
Kalau kamera digitalmu adalah Fujifilm. Hal tersebut lebih membantu sekali karena kamera Simple Ace menggunakan simulasi warna khas Fuji yang klasik. Seharian di Malioboro pagi itu dimulai dengan asal jepret hingga dengan perhitungan ternyata menghasilkan foto yang membuatku dapat bernostalgia dengan kamera film. Hasilnya begitu old-school banget.
Aku dapat memperoleh hasil foto Simple Ace dengan metode cuci lalu scanning yang untungnya masih terdapat di Jogja. Ya walaupun biayanya tidak semurah dulu. Kira-kira IDR50.000 kalau tidak salah dengar dari pihak Fujifilm yang berbaik hati mencucikan roll filmku. Kalau kamu ingin bernostalgia seperti aku. Kamu dapat beli kamera Simple Ace ini di toko-toko kamera besar ataupun online. Dijual murah mulai dari IDR150.000 sampai dengan IDR450.000 yang merupakan premium set, berisikan dua kamera Simple Ace dan aksosorisnya.
Oh iya, hasil fotoku? Lihat dibawah ini:
6 comments
Write commentsBermodal JISHO.ORG aku bantu menerjemahkan tulisan Jepang di bagian belakang kamera kiri atas:
Reply135 フィルム = 135 firumu = jenis 135 film
感度 400 = kandou 400 = sensitivity 400
27 枚撮 = 27 maito = 27 lembar (foto)
撮影距離 = satsuei kyori = photographing distance
フラッシュ 撮影 = furassyu satsuei = flash photographing (1m - 3m)
日中.屋外 = nichu . okugai = daytime . outdoor
1m - 無限遠 = 1m - mugenen = 1m - infinity
Wah 135 berarti bukan shutter speed ya...?
Replywah aku gak ngerti kamera tapi beli kamera ya paling yang otomasti dan tinggal cekrek
ReplyHehe iya, tapi cek dulu di daerahnya ada yang jasa cuci enggak
Replysetahu saya seh hanya 27 maito = 27 lembar (foto).
ReplyMas boleh tau Jogja di mananya tempat cuci+scanning?
ReplyAdd your comment EmoticonEmoticon