Bus yang kami tumpangi berhenti di kantor Kecamatan Bener di pinggir jalan utama Purworejo-Magelang. "Ayo sekarang kita berganti mobil L300 karena Bus tidak muat dan kuat untuk naik", kata koordinator perjalanan kami. Belum sampai di tempat tujuan, kami sudah diajak bertualang untuk menuju sebuah desa di atas perbukitan.
Kami bertualang selama kurang lebih 3 hari 2 malam dalam rangka Famtrip Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah pada destinasi wisata kabupaten Purworejo-Kebumen bersama blogger dan media. Pada hari pertama di kabupaten Purworejo, kami sudah menjajal derasnya jeram Sungai Bogowonto dan memandang indahnya gua serta gardu pandang Seplawan di perbatasan provinsi Yogyakarta-Jawa Tengah. Kini, saya menuju desa Benowo, sebuah desa terpencil di pegunungan Menoreh.
Desa Benowo masih berada di wilayah perbukitan dan lembah pegunungan Menoreh. Perlu naik turun perbukitan untuk menuju desa ini. Desa Benowo adalah rintisan desa wisata. Keunggulannya adalah kehidupan pedesaan asri tanpa kemodernitas yang berlebihan. Kemodernitas tanpa berlebihan ini contohnya adalah kalian akan senang jika menemukan sinyal operator seluler bila berada di desa ini.
Hanya kegelapan dan sesekali lampu penerangan rumah penduduk yang menemani perjalanan kami menuju desa Benowo. Saya kurang begitu paham berapa jarak dari kantor kecamatan Bener sampai desa Benowo. Perjalanan menggunakan mobil sejenis L300 kira-kira memakan waktu 1 jam lebih sedikit dengan ritme perjalanan sedang sesekali pelan karena jalan yang naik turun, berkelok dan sempit.
Rintik hujan saat itu menambah kewas-wasan saya tentang jalan tanjakan licin. Karena menjadi penumpang jauh lebih menyeramkan daripada pengemudi. Pengalaman menaiki angkot dengan sopir bak Dominic Toretto menuju Gua Seplawan membuat saya terus mencoba terjaga walau lelah dan ngantuknya luar biasa. Pukul 9.30an kami akhirnya tiba di sekretariat desa Benowo, disambut warga dengan ramainya.
Kuliner dari Desa Benowo
Sambutan awal kami di desa Benowo adalah kuliner khas. Segera saja saya mengambil yang dihidangkan. Pertama adalah minuman, saya mengambil minuman bernama Baceng. Baceng ini berasal dari badek atau air gula aren yang direbus dengan cengkeh. Kebetulan cengkeh banyak tumbuh subur di desa Benowo.
Sajian khas dari Desa Benowo |
Untuk makan malam, sayur lompong dan sayur buntil. Bahan baku sayur tersebut melimpah di desa Benowo. Jangan tanya rasanya karena kombinasi lapar dan dingin membuat kami lahap menyantapnya. Apalagi kabarnya, menu makan malam kami diolah dengan cara tradisional yakni masih menggunakan tungku kayu bakar. Sungguh luar biasa nikmatnya.
Sunrise Gunung Kunir
Subuh kami dibangunkan dari tidur yang singkat. Sedikit kurang puas dengan tidur yang hanya sebentar. Namun kami senang karena warga desa Benowo antusias menyambut kedatangan kami hingga mengajak kami untuk bergadang bersama. Geblek khas kabupaten Purworejo yang sudah menjadi ikon khas kabupaten dan kopi asli pegunungan Menoreh menemani kami waktu bergadang malam itu.
Kembali ke subuh dingin, kami mengantri ojek yang akan membawa kami menuju Gunung Kunir. Puncak Gunung Kunir dapat kami saksikan dari sekretariat desa tempat kami menginap, namun untuk kesana membutuhkan waktu 10-15 menit dengan naik kendaraan roda dua. Jika menggunakan kendaraan roda empat katanya medan cukup sulit apalagi jika kurang berpengalaman. Mendengar itu, membuat saya kembali was-was seperti kemarin.
Sunrise Gunung Kunir |
Sampai di tempat parkir wisata Gunung Kunir saya langsung ditinggal warga yang mengantar. Dia sempat menunjukan bahwa untuk naik ke puncak harus tracking alias jalan kaki. Baiklah, harus sampai puncak pokoknya mengejar matahari terbit. Sedikit demi sedikit saya menaiki tanjakan Gunung Kunir, beberapa tanjakan sudah menggunakan bambu sebagai tangga. Lumayan untuk membantu pengunjung menuju puncak.
Jalan setapak menuju puncak Gunung Kunir |
Memandang rangkaian pegunungan Menoreh |
Landmark Gunung Kunir di puncak gunung |
Gunung Kunir ini menurut catatan memiliki tinggi 975 mdpl. Cukup untuk pendaki kelas pemula dan wisata keluarga. Track yang ada sudah terbentuk sehingga memudahkan pengunjung mendaki hingga puncak. Beberapa tempat duduk dan gazebo disediakan untuk istirahat menambah fasilitas yang ada. Ingin berlama-lama di Gunung Kunir juga dapat dilakukan karena tempat ini dapat difungsikan sebagai area berkemah.
Curug Benowo
Masih menggunakan jasa ojek, tempat ini mengharuskan turun lagi dari Gunung Kunir menuju pemukiman warga di desa Benowo. Petunjuk arah sudah sangat jelas untuk menuju curug Benowo. Tentu saja, menurun berboncengan memakai motor ditempat curam sungguh sangat membuat saya dekat dengan Tuhan. Bersyukur kami tidak ada masalah dalam perjalanan.
Sampai di lokasi parkir yang berada di rumah penduduk saya bertanya "Lah ini air terjunnya mana, jalan lagi!?". Ternyata tidak, Curug Benowo berada tepat di belakang rumah warga. Beruntung sekali warga ini setiap hari menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan.
Curug Benowo |
Pengunjung berfoto di Curug Benowo |
Tinggi Curug Benowo ini sekitar 15 meter, debit airnya dipengaruhi oleh musim. Musim penghujan adalah waktu tepat untuk menikmati air terjun ini. Lokasinya masih berada di desa Benowo namun kalau kebingungan, Curug Benowo sudah tercatat di Google Maps, masih bingung juga? Silahkan bertanya pada penduduk desa Benowo.
Curug Batur dan Petilasan Pangeran Benowo
Desa Benowo tak lepas dari pengaruh Pangeran Benowo, menurut sejarah Pangeran Benowo adalah putra Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama kerajaan Pajang. Di sebuah bukit bernama bukit Batur, menurut warga desa setempat, diatas bukit Batur itulah Pangeran Benowo pernah bersemedi ditemani oleh pelayannya.
Di petilasan Pangeran Benowo juga terdapat makam yang dipercaya adalah makam pelayannya. Menurut saya pribadi, nama Batur kemungkinan diambil dari istilah pelayan dalam bahasa Jawa yakni Batur (pelayan). Juru kunci petilasan sendiri berujar bahwa banyak versi dipercayai oleh masyarakat, bahkan oleh masyarakat desa Benowo sendiri memiliki kisah yang berbeda-beda.
Petilasan Pangeran Benowo di bukit Batur |
Petilasan Pangeran Benowo |
Curug Batur dilihat dari atas |
Setelah dari Petilasan Pangeran Benowo kami menuju sebuah air terjun yang tak kalah indah, Curug Padusan namanya. Kalau menurut cocokology, tentu saja nama Curug Padusan ini berasal dari kata Adus (jawa) yang artinya adalah mandi dalam bahasa Indonesia. Karena debit airnya lebih besar dari Curug Benowo, tentu saja air terjun ini sangat cocok untuk bermain air.
Tingginya sekitar 15 meter, hampir sama dengan Curug Benowo hanya lebarnya sedikit lebih sempit. Pada bagian dasar Curug Padusan ini lebih dalam dan membentuk kolam sehingga memang menggoda untuk mandi. Saya tergoda namun menurunkan niat saat merasakan dinginnya air.
Curug Padusan |
Selesai bertualang dari subuh hingga menjelang siang akhirnya kami pulang. Ojek dari warga menunggu kami agak jauh dari Curug Padusan sehingga kami harus rela berjalan sedikit lagi. Sejuknya alam desa Benowo sedikit mengobati lelah kami. Sepanjang jalan kami sempat menemukan pohon Pinus yang dipanen getahnya. Pohon Pinus banyak tumbuh di desa Benowo dimanfaatkan getahnya untuk industri seperti cat dan bahan pengobatan.
Memanfaatkan getah Pinus |
Amin.
Berfoto di depan Curug Benowo |
Peta Desa Benowo, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah
28 comments
Write commentsAsyik yg ikut famtrip, air terjun nya cakeep
ReplyWkkwkw berasa suting fesfurius 10 malahan kalau naik angkotnya...
ReplyNah markuwes perlu juga latihan di jalanan desa Benowo, biar makin eksis.
Cieeeh yang sudah mainan selosepid, makin ciamik euy foto air terjunya... :D
Ayuk kapan2 juga ikut hehehe
ReplyMbonceng yang tak terlupakan
Replyview dari atas syahdu sekali mas..ngebayangi klo pas suasana sunrise
ReplyGolden sunrise, cuman tergantung musim sih.. kalau musim penghujan gini lebih sering kabutnya yang muncul...
Replyfotoku apiiikk. matur nuwun masss :D
Replyaku malah g dapat semburat jingganya. aku nomor 4 paling terakhir yang nyampe sini. haha
ReplyHaseeekkk ada fotokuuu... *norak =D =D =D
ReplyJadi ikut ngebayangin diboncengin ala velentino rossi di medan jalan kaya gitu mas... wkwk ngeri-ngeri tombo ngantuk. Seruu
ReplyDuh penasaran sama curug batur dilihat dari bawah :D
wah gak bisa omong apa2 , asyik pokoknya ya
ReplyHahaha sama-sama mas Gallant
ReplyNulis woi! Di artikel ada namamu juga hahaha
ReplyKesana pake motor sendiri aja mbak kalau gak mau olahraga jantung hahaha
ReplyBener :D
ReplyKetoke ngojek duluan deh timbang aku
Replysingkongnya enak mas buat sarapan, anget-anget plus manis wkwkwk
Replygunungnya cakep, air terjunnya cakep terus makanannya juga khas, seruu
Replykulinernya itu lho yg bikin ngiler, hehehe
Replykeren banget pemandangannya...
berarti kameraku g menangkap semburat jingganya. haha
ReplyIya, namanya juga keren
ReplySempurna
ReplyHahaha sama, singkong rebus emang gak ada matinya
Replyaku juga pengen nyebur, tapi gaada temennya :D
Replyhujan-hujan enaknya emang cari curug mas, masih alami banget ya....jek akeh tengune kui mas hahaha
Replybaru ngeh kalo ada curug batur :D
ReplyAda dong
ReplyBahahaha gatel
ReplyAdd your comment EmoticonEmoticon