Minggu pagi (8/1/2017) saya mengarahkan motor saya seorang diri menuju daerah Mangunan, Bantul. Niat awal saya adalah mencari view matahari terbit yang sangat indah diatas sungai Oyo. Lokasi yang saya tuju adalah Bukit Panguk. Sebenarnya saya pernah kesini sebelumnya. Cuma karena kabarnya ada beberapa gardu swafoto baru yang telah selesai dibuat maka saya tertarik untuk kesana lagi.
Sebentar di Bukit Panguk, saya arahkan laju motor kembali menuju arah kebun buah Mangunan. Saya penasaran dengan hutan pinus Pengger. Itulah destinasi selanjutnya dalam pikiran saya. Sekira 1-2 kilometer dari Bukit Panguk, di sebuah persimpangan, saya justru melihat papan petunjuk arah menuju Goa Gajah. Melihat itu saya menjadi penasaran seperti apa Goa Gajah tersebut.
Ya sudah saya ikuti saja petunjuk arah menuju Goa Gajah tersebut daripada mati penasaran. Dalam perjalanan menuju goa tersebut saya berhenti sejenak di sebuah gardu pandang yang bernama Tebing Watu Mabur. Tempat ini masih sepi, dan langsung menghadap timur sehingga bagus untuk mencari matahari terbit. Ah kenapa tadi tidak langsung kesini saja. Cerita di tempat ini menyusul ya.
Karena sepi di Tebing Watu Mabur saya leluasa mengobrol dengan petugas parkir yang ada disana. Saya bertanya dimana lokasi Goa Gajah. Dia berkata lokasi goa tersebut tidak jauh hanya beberapa ratus meter saja. Dan dia menawarkan untuk mengantar saya menuju kesana. Ah, kebetulan saya sedang tidak terburu-buru. Saya iyakan ajakan petugas parkir tersebut yang merupakan pemuda desa Lemahabang, Mangunan.
Penjaga dan pemandu goa yang biasanya ada belum datang saat saya kesana. Memang saya datang terlalu pagi karena niat awal memang datang pagi-pagi mencari matahari terbit. Pemuda desa tersebut akhirnya justru mau memandu saya untuk masuk ke dalam. Walaupun dia selalu bilang bahwa nanti setelah selesai penjaga goa pasti sudah datang. Saya juga bertanya berapa biaya untuk masuk ke dalam goa, dia jawab seikhlasnya.
Goa Gajah hanya ditandai sebuah papan nama kecil yang mungkin jarang sekali terlihat jika kita melintas. Penanda lain adalah dua gapura dengan patung gajah kecil diatasnya, bertuliskan Goa Gajah dalam bahasa Indonesia dan aksara jawa. Setelah masuk lebih dalam baru ada papan besar yang berisi informasi dari Goa Gajah tersebut yang tulisan dan gambarnya sedikit pudar. Pintu masuk Goa Gajah cukup lebar dan luas serta terang. Namun setelah itu...
Kegelapan Abadi di Goa Gajah
Pemuda desa yang menemani saya menelusuri Goa Gajah langsung menghidupkan senternya. Dia berbaik hati memegang dua senter untuk penerangan karena saya terlihat kerepotan dengan kamera saya. Saya juga sedikit kesusahan dalam berjalan di dalam goa karena belum tahu medan dan ternyata jalan cukup licin. Diawal-awal penelusuran saya sudah disuguhi stalaktit dan stalagmit yang indah.
Stalaktit yang menggantung di Goa Gajah seperti hiasan lampu gantung dengan tetesan-tetesan air yang ada. Sementara stalakmitnya membentuk gundukan di beberapa tempat, dan nanti saat akhir penelusuran katanya ada batu stalakmit yang berbentuk mirip organ kelamin pria sehingga disebut dengan watu lanang.
Kembali ke kegelapan Goa Gajah, saya harus menunduk saat melewati beberapa jalur. Harus tetap hati-hati karena belum ada peralatan safety yang disediakan oleh pengelola. Di dalam Goa Gajah walaupun ada beberapa tempat yang memiliki luas ruangan yang lebar. Uniknya Goa Gajah adalah disetiap ruangan besar tersebut diberi penamaan mirip bangunan keraton seperti pendopo, kepatihan, keputren, dan papan abdi.
Selain nama-nama yang khas dengan bangunan keraton, terdapat juga nama-nama ruangan yang mewakili nama seseorang atau nama petilasan yang informasinya belum ada di papan informasi Goa Gajah. Beberapa kali saya mencoba mengabadikan beberapa ruangan tersebut namun kamera saya seperti kurang mampu melawan kegelapan total di Goa Gajah. Beberapa berhasil difoto menggunakan flash kamera, beberapa harus menggunakan bantuan senter yang kami bawa.
Didalam goa selain peninggalan alam yang tercipta berjuta tahun yang lalu, saya juga menemui hewan penghuni goa seperti kelelawar dan serangga. Kelelewar cukup banyak menghiasi dinding dan atap ruangan-ruangan goa yang besar. Sekumpulan kelelawar langsung terbang saat cahaya senter kami datang menghampiri. Katanya terkadang ada ular di dalam goa, namun untungnya saya tidak berjumpa dengannya.
Ada yang lihat wajah lain selain wajah saya? |
Goa Gajah masih tergolong belum di explore sepenuhnya. Baru 150 meter saja goa ini resmi dihitung total kedalamnya. Banyak lorong yang tertutup tanah di dalam goa. Dan ada satu lorong yang bertuliskan berbahaya. Warga sendiri belum tahu berapa kedalaman lorong tersebut jika dimasuki. Namun, memang diberi label berbahaya karena untuk masuk ke lorong tersebut kita harus merangkak.
Selain kondisi kegelapan goa, untuk keluar dari goa ini juga cukup menantang karena kita harus memanjat tangga yang terbuat dari kayu. Untuk informasi saja, titik finish Goa Gajah adalah mulut goa yang berbentuk vertical setinggi 10 meter yang terkadang memunculkan cahaya saat siang hari. Cahaya yang meluncur dari atas didalam sebuah goa disebut juga cahaya surga di beberapa tempat.
Warga Lemahabang hanya mengelola goa ini seadanya. Mereka bergantian untuk menjaga pintu masuk goa kalau-kalau ada yang berminat masuk ke dalam goa. Pak Poniman adalah generasi saat ini yang meneruskan ayahnya yang dulunya adalah juru kunci goa. Goa ini memiliki juru kunci karena ada sejarah yang masih berkaitan dengan kerajaan Mataram, khususnya Pangeran Purbaya.
Sejarah Nama Goa Gajah
Goa Gajah ini diberi nama "Gajah" karena ada batu yang menyerupai kepala gajah yang cukup besar di titik akhir penelusuran. Selain batu tersebut juga ada batu yang ukurannya sedikit kecil yang sekilas juga mirip anak gajah. Walaupun begitu, ternyata ada sejarah yang mengirinya.
Cerita bermula pada beberapa abad yang lalu ketika Pangeran Purbaya menjalani hidup mengembara. Sampailah dia di desa yang sekarang bernama Lemahabang ini. Di desa ini beliau bertemu seorang wanita yang hidupnya juga mengembara bernama Rancang Kencono. Karena cinta bersemi menikahlah mereka berdua dan menetap disana.
Batu yang mirip dengan kepala gajah. |
Kisah cinta menjadi suram tatkala Pangeran Purbaya mendapat fakta bahwa Rancang Kencono telah hamil padahal belum lama menikah. Karena gundah, Pangeran Purbaya berkata kepada Rancang Kencono jika itu benar anaknya maka kelak akan lahir normal dan jika itu bukan anaknya maka kelak wujudnya akan seperti gajah.
Hal yang tidak diinginkan terjadi, anak Rancang Kencono lahir dan ternyata menyerupai gajah. Rancang Kencono lalu pergi dari desa Lemahabang begitu pula Pangeran Purbaya. Kemudian anak tersebut entah dibawa namun di dalam goa dekat tempat tinggal Pangeran Purbaya dan Rancang Kencono terbentuklah batu yang mirip gajah. Cerita ini diceritakan oleh bapak Poniman.
Batu yang juga mirip dengan anak gajah. |
Terlepas dari kesan mistis karena Goa Gajah memiliki penamaan yang kental dengan keraton. Goa ini tetap layak dikunjungi untuk memacu adrenalin. Goa tetap aman dalam keadaan hujan. Yang penting selalu memakai sandal/sepatu yang safety serta tidak bertindak kurang sopan didalam goa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Untuk menuju Goa Gajah ini dapat melewati jalur menuju Bukit Panguk atau kalau ingin lebih dekat dan cepat sampai adalah dengan mengambil arah lurus ke timur saat kita berada di persimpangan yang memisahkan hutan pinus dan kebun buah Mangunan. Sekitar 2 kilometer saja perjalanan yang harus kita tempuh setelah itu. Di kanan jalan nanti akan ada papan petunjuk Goa Gajah yang jalannya sedikit menyerong.
Goa Gajah
Desa Lemahabang, Mangunan, Dlingo, Bantul, DIY
Buka: 08.00 - 16.00
Retribusi: Seikhlasnya
18 comments
Write commentsOw gitu asal usul nama goa gajah, kirain bekas tempat gajah bernaung di jaman purba dulu.
ReplyBukan mas hehehe
ReplyWah keren, mas. Liat goa gajah jadi ingat markas batman.. hehehe
ReplyHehehe bisa-bisa...
ReplyWew, megahnya Goa Gajah sesuai dengan namanya banget ya, mas. Dan setuju banget nih saya kalau beberapa cahaya di situ di situ cahaya surga. Karena sekali ada cahaya berkah banget buat orang-orang yang datang. Kapan-kapan deh ke sana. Tapi jauh sih ya kalau dari tempat saya di Indonesia Timur. Hehe
ReplyIndonesia Timurnya mana mas hehehe boleh deh kontak2an kalau kesini
ReplyKalo di kelola kayak goa gong dengan lampu2 nya, pasti makin keren
ReplyHarusnya mas, tapi khusus goa ini "katanya" milik seseorang bukan pemda..
Replybelum dikelola oleh dinas pariwisata ini mas?
ReplyBelum mas, masih dikelola warga
Replyseru banget iq. aku ikutan tegang bacanya
ReplySaya tertarik dengan tulisan anda mengenai "Menelusuri Gelapnya Goa Gajah Mangunan Bantul".
ReplySaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai pariwisata yang bisa anda kunjungi di disini
gua-nya cukup lebar juga, asyik untuk di explore ... kalau sempit saya sih suka ngeri .. #DasarPenakut
ReplyAyo coba mbak
ReplyOkey
ReplyIni sempit loh mas
Replyiya gelap banget, sempit lagi.. klo aku mungkin sudah balik tuh kak..
Replyeh asyik,sampe nunduk2 gitu
ReplyAdd your comment EmoticonEmoticon