10 tahun yang lalu saya hampir mengunjungi pulau Bali. Bencana gempa bumi Jogja 27 Mei 2006 membuat semua yang kami rencanakan pada liburan sekolah waktu itu terpaksa dibatalkan.
Bantul, 10 Tahun Yang Lalu, Refleksi Gempa Bumi 27 Mei
sumber foto: 27mei.blogspot.com |
Mei 2006, saat itu saya masih kelas 2 SMA. Subuh saya sudah terbangun dari tidur. Badan saya sedikit meriang, sore sebelumnya saya menonton pertandingan sepakbola di Mandala Krida Jogja dan sepertinya saya kelelahan karena terlalu semangat menjadi suporter. Lalu saya bilang ke ibu saya kalau ingin tidak berangkat sekolah hari itu, dengan segera surat ijin saya buat.
Belum begitu lama setelah saya membuat surat ijin tidak masuk sekolah tiba-tiba dinding kamar bergetar. Bagi saya, gempa adalah hal biasa karena biasanya hanya bergoyang sebentar dan sudah, kembali tenang. Namun hari itu gempa terasa begitu cukup lama.
Ibu dan nenek saya berteriak untuk segera keluar dari rumah. Dentuman keras sempat saya dengar dari dalam rumah yang ternyata adalah kamar adik saya yang runtuh atap serta seluruh gentengnya, syukurlah semua anggota keluarga sudah keluar rumah saat itu. Beberapa almari jatuh, motor dan beberapa perabotan sudah tergeletak tidak pada tempatnya.
Di luar rumah getaran masih belum hilang. Debu menggumpal naik ke atas di beberapa rumah tetangga saya. Banyak pengendara motor jatuh dijalan. Rumah saya memang berada di pinggir jalan lumayan besar. Untung saja tidak ada kecelakaan besar saat gempa terjadi.
Dengan lugunya, setelah kejadian yang mengguncang itu, saya berjalan kaki menuju SMA saya yang jaraknya dekat dengan rumah dengan membawa surat ijin tidak masuk. Pikiran saya surat tersebut akan saya titipkan kepada satpam. Tentu saja, sepi saya dapati di SMA saya karena petugas pagi seperti satpam memilih untuk pulang menuju rumah masing-masing akibat gempa.
Satu jam setelah gempa, keramaian jalan di depan rumah semakin besar, lalu menjadi hiruk pikuk. Tsunami...tsunami... teriak beberapa orang dari selatan. Panik tentu saja saya rasakan, saya dan keluarga segera meninggalkan rumah dengan barang bawaan seadanya. Baru beberapa kilometer kami pergi dari rumah, mobil polisi meraung-raung dan mengumumkan bahwa itu hanya isu saja. Pulanglah kami kembali menuju rumah, untung saja tidak ada barang hilang dirumah kami. Beberapa hari kemudian ada berita bahwa isu tsunami sengaja disebar hanya untuk menjarah rumah yang ditinggalkan.
Menjelang siang beberapa kali gempa susulan datang. Listrik masih mati sejak pagi. Kami hanya berani masuk rumah sebatas pintu depan saja. Siang hari akhirnya bantuan datang. Kami dijemput oleh keluarga dari ibu saya untuk berkumpul di rumah lama kakek saya. Kami putuskan meninggalkan rumah, membawa barang seperlunya.
Di sepanjang perjalanan, efek gempa yang menimpa kami bisa dibilang sangat parah. Saya melihat beberapa orang tergeletak di jalanan. Melintas gedung BPKP, gedung di selatan rumah saya sudah runtuh padahal sebelumnya gedung tersebut berdiri dengan megahnya. Apalagi rumah orang Jogja hanya sebatas rumah sederhana, tentunya luluh lantak karena gempa yang menimpa.
Satu jam setelah gempa, keramaian jalan di depan rumah semakin besar, lalu menjadi hiruk pikuk. Tsunami...tsunami... teriak beberapa orang dari selatan. Panik tentu saja saya rasakan, saya dan keluarga segera meninggalkan rumah dengan barang bawaan seadanya. Baru beberapa kilometer kami pergi dari rumah, mobil polisi meraung-raung dan mengumumkan bahwa itu hanya isu saja. Pulanglah kami kembali menuju rumah, untung saja tidak ada barang hilang dirumah kami. Beberapa hari kemudian ada berita bahwa isu tsunami sengaja disebar hanya untuk menjarah rumah yang ditinggalkan.
Menjelang siang beberapa kali gempa susulan datang. Listrik masih mati sejak pagi. Kami hanya berani masuk rumah sebatas pintu depan saja. Siang hari akhirnya bantuan datang. Kami dijemput oleh keluarga dari ibu saya untuk berkumpul di rumah lama kakek saya. Kami putuskan meninggalkan rumah, membawa barang seperlunya.
Di sepanjang perjalanan, efek gempa yang menimpa kami bisa dibilang sangat parah. Saya melihat beberapa orang tergeletak di jalanan. Melintas gedung BPKP, gedung di selatan rumah saya sudah runtuh padahal sebelumnya gedung tersebut berdiri dengan megahnya. Apalagi rumah orang Jogja hanya sebatas rumah sederhana, tentunya luluh lantak karena gempa yang menimpa.
sumber foto: 27mei.blogspot.com |
sumber foto: 27mei.blogspot.com |
sumber foto: 27mei.blogspot.com |
Kultur Yang Berubah
Gempa bumi sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat Bantul. Dulu tiap pagi saya selalu menjumpai iring-iringan orang bersepeda dari Bantul menuju Kota Jogja. Sore harinya pun begitu, mereka pulang dari pabrik atau tempat kerja mereka dari Kota Jogja menuju Bantul. Saya ingat, bantuan gempa justru malah menjadi kesempatan untuk memiliki kendaraan bermotor karena saat itu harga jatuh di titik murah.
Bangunan lama sudah sulit saya jumpai kini. Desain rumah tahan gempa membuat semakin banyak tembok keras yang dibuat. Rumah-rumah tradisional mulai ditinggalkan. Bantul menuju kota padat bahkan hingga kini.
Pengaruh gempa terhadap ekonomi juga terasa bagi masyarakat yang dulu menggantungkan perekonomian pada institusi yang hidup saat sebelum gempa. Masyarakat sekitar STIE Kerjasama misalnya, harus mencari pekerjaan lain karena perguruan tinggi tersebut tutup total akibat hancur karena gempa. Rumah kos, warung makan, fotocopyan dan lain-lain harus merasakan sepi tiba-tiba.
Hal paling buruk dari bencana gempa bumi adalah trauma, seperti seorang teman saya yang harus kehilangan istrinya. Kesedihan selalu menghantuinya, apalagi masih harus membangun lagi sesuatu yang tiba-tiba hancur dan hilang. Beberapa orang yang tidak kuat menghadapi trauma memilih program transmigrasi untuk pindah ke daerah lain.
Gempa bumi 10 tahun lalu memang merubah Bantul dari segala arah. Seiring waktu, mau tak mau memang kita harus melupakan yang pahit dan terus melangkah menjadi lebih baik. Walaupun banyak perubahan yang sebagian orang tidak diharapkan namun hal itu adalah bagian dari proses yang tidak bisa kita hindari.
Bantul, 27 Mei 2016
Monumen Napak Tilas 10 Tahun Gempa Jogja. sumber foto: krjogja.com |
Mengunjungi Agrowisata Kebun Teh Tambi, Wonosobo
Kabut pagi masih belum beranjak hilang dari penginapan kami. Sejak kemarin kami berada di pabrik sekaligus pondok wisata yang bernama Agro Wisata Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo. Rencananya dalam dua hari, kami sekantor (AA YKPN) akan melakukan outbond yang dikelola oleh Agro Wisata ini sebagai paket wisata yang ditawarkan.
Cerita di Warung Kopi Klotok, Pakem
Entah kemana pikiran saya karena dengan beraninya berniat minum kopi setelah menanjak dengan sepeda dari Bantul menuju Pakem, Sleman. Seakan saya tega dengan jantung saya yang dalam perjalanan selalu berdegup kencang karena sudah lama tidak bersepeda. Hanya karena rasa penasaran dengan Warung Kopi Klotok yang berada di timur kantor saya dahulu (SMP 4 Pakem).
Menikmati Sore di Angkringan Tobat
Angkringan selalu menjadi salah satu pilihan wajib a'in saya jika sedang tidak dirumah. Tempat pemuas lapar iya, tempat sekedar nongkrong juga iya. Angkringan ini juga sebagai pusat berbagai karakter orang datang. Berbagai ragam orang dapat kita temui jika berada di angkringan. Baik dengan logat tutur kata ataupun dengan celotehannya. Menandakan dia lokal atau pendatang.
Saya vs Kolesterol: Diari 30 Hari Mengonsumsi Superba Krill Oil
Saya adalah orang yang memiliki resiko penyakit akibat kolesterol tinggi. Ayah saya menderita stroke sejak tahun lalu. Faktor garis keturunan dan pola makan saya yang hobi dengan makanan berlemak apalagi sate kambing yang selalu menjadi makanan favorit saya, bisa jadi akan menjadi penyebab datangnya penyakit pada diri saya.
Terjepit di Kedung Gupet
Kedung Gupet ini berlokasi diatas Kedung Tolok dan Kedung Cumplung, tentunya masih di desa Selopamioro Imogiri. Potensi desa Selopamioro memang tidak ada habisnya, selain kearifan lokal pedesaan, wilayahnya ternyata memiliki wisata air yang bagus dan berpotensi.
Berendam Melepas Gerah di Kedung Cumplung
Masih di sekitar Grojogan Kedung Tolok Selopamioro Imogiri, lebih tepatnya berada naik diatas Grojogan Kedung Tolok. Terdapat kolam air yang sangat cocok untuk berendam dikala terik, nama kolam tersebut adalah Kedung Cumplung. Kedung Cumplung ini memang sangat cocok untuk nyemplung karena air yang lumayan jernih.
Bersepeda Ke Air Terjun Musiman Grojogan Kedung Tolok
Setelah beristirahat di Bukit Bego kami bergegas menuju tujuan utama kami yakni bukit hijau BNI dan akhirnya zonk! Tanda BNI ternyata hanya menunjukan hutan dekat bumi perkemahan Imogiri, bukan bukit hijau BNI. Kami lelah dan kecewa.
Bersepeda Ke Bukit Bego Imogiri
Hari Kamis 5 Mei 2016 saya kembali bersepeda setelah sekian bulan vakum. Kali ini saya diajak DGC - Druwo Gowes Community alias perkumpulan pesepeda kampung saya untuk bersepeda menuju arah Imogiri, Bantul.
Bukan Ahli SEO? Berikut Cara Menaikan Trafik Blog dengan Mudah!
Optimisasi mesin pencari atau lebih populer dengan nama Search Engine Optimization disingkat SEO adalah serangkaian proses untuk menaikan trafik blog atau website kita. Walaupun beberapa orang berkata SEO bukan hal yang rumit namun memang SEO adalah tantangan yang sulit untuk dilalui. Kerumitan proses SEO membuat orang malas untuk mempelajarinya.
Tempat-tempat di Jogja Ini Bakalan Lebih Ramai Karena AADC 2
Minggu kemarin saya dan istri menonton film Indonesia yang lagi booming. Apa lagi kalau bukan Ada Apa Dengan Cinta 2. Kisah Rangga dan Cinta yang ngambang selama 9 tahun menurut versi filmnya. Padahal kita menanti kelanjutan kisah ini 14 tahun di kehidupan nyata. Sebenarnya saya lebih senang jika menonton Captain America: Civil War, namun istri berkehendak lain. Ya sudah, nonton AADC 2 sajalah.
Langganan:
Postingan (Atom)